Satelit Penopang Khatulistiwa

Apa itu Satelit? Mungkin bagi orang yg awam pengertian Satelit adalah benda buatan manusia yang melayang di luar angkasa. Tetapi menurut penulis sendiri Satelit adalah alat komunkasi jarak jauh yang menghubungkan antara pengirim dan penerima (dalam hal ini sebagai repeter). Mungkin kebanyakan dari kita beranggapan bahwa Indonesia hanya mempunyai satu Satelit yang familiar dengan nama Satelit Palapa. Tapi ternyata Indonesia mempunyai cukup banyak Satelit yang melayang dan mengorbit di luar angkasa sana salah satunya adalah Satelit Telkom, namun namanya kalah dengan Satelit Palapa yang lebih familiar di kalangan masyarakat saat ini.

Satelit yang pertama di luncurkan di Indonesia adalah Satelit Palapa. Satelit Palapa diluncurkan pada 38 tahun silam atau tepatnya diluncurkan pada tanggal 8 Juli 1976. Tujuan dari peluncuran Satelit ini untuk mempermudah komunikasi antar pulau di Indonesia dan juga untuk mewujudkan kembali janji Gajah Mada semasa kerajaan Majapahit bahwa wilayah Nusantara harus di persatukan dalam satu kedaulatan yaitu kerajaan Majapahit. Maka dari itu Satelit dari 1 sampai 7 di namakan “PALAPA”.

Satelit Palapa yang diluncurkan pada 36 tahun silam, sesuai namanya, telah mempersatukan nusantara. Keberadaan Satelit Palapa bagi Indonesia terbukti mempermudah komunikasi antar pulau sehingga tantangan komunikasi di negara kepulauan ini terjawab. Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Biro Kerjasama dan Humas Lapan, Ratih Dewanti, saat membuka sosialisasi berjudul Satelit, Pemanfaatan, dan Dampaknya. Sosialisasi berlangsung di Balai Pertemuan Dirgantara Lapan, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (8/7).

Satelit ternyata tidak hanya dimanfaatkan untuk komunikasi. Ratih melanjutkan, teknologi ini mampu memantau seluruh wilayah Indonesia berikut sumber daya alamnya seperti yang dilakukan oleh Satelit penginderaan jauh. Satelit juga mampu mendukung mitigasi bencana, terutama di wilayah rawan bencana alam seperti Indonesia.

Selain itu Indonesia juga telah menerapkan Satelit sebagai alat bantu dalam menangkap ikan untuk nelayan. Dikutip dari Liputan6.com, Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhamad Hatta  menyatakan, Indonesia sudah menerapkan penggunaan teknologi satelit untuk mencari ikan di laut. Gusti mengatakan, penggunaan teknologi tersebut bertujuan untuk membantu nelayan dalam mendapatkan ikan dengan hasil yang memuaskan saat melaut.

"Kami ini mencoba membatu nelayan, dari pada dia habis solar tidak dapat ikan," kata Gusti, dalam seminar nasional teknologi sistem pamantauan batbara di Indonesia, di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (16/10/2014). Gusti mengungkapkan sistem kerja teknologi satelit tersebut dengan memanfaatkan deteksi suhu, kemudian dicatat koodinatnya dan disebarkan ke nelayan melalui Global Positioning System (GPS).

"Kami catat koordinat, kami kasikan ke nelayan, kami beri GPS dan dari sana dia dapat ikan," urainya. Tak hanya membatu mencari ikan, saat ini pemerintah sedang mengkaji pemanfaatan penggunaan teknologi satelit untuk mendeteksi ekspor batu bara, dengan begitu bisa menekan angka penyelundupan batu bara di Tanah Air. "Kami mau kembangkan di sini, kami lakukan penjajakan dipelajari," pungkas Gusti.

Indonesia sendiri selama ini belum mampu membuat dan meluncurkan satelit sendiri. Satelit di Indonesia masih dibuat negara lain. Tahun depan, Indonesia berambisi meluncurkan 2 satelit buatan anak bangsa sendiri. Dikutip dari Detik.com, Sekretaris Kemenristek, dalam konfrensi persnya Hari Purwanto berujar bahwa: “Kita harus membangun satelit kita sendiri dan tidak tergantung dengan teknologi luar, ini yang harus kita lalui lewat percepatan teknologi satelit, agar kita bisa mengoperasikan satelit yang kita bangun sendiri,” kata Sekretaris Kemenristek Hari Purwanto, di Gedung BPPT, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (2/4/2014).

Menanggapi permasalahan tersebut, Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek) berusaha mandiri, dengan berupaya membangun sinergi antara seluruh komponen pengguna dan penyedia teknologi sistem satelit penginderaan jarak jauh (inderaja) melalui konsorsium nasional melalui tiga Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK). 3 LPNK itu yakni Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

Sementara Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menjelaskan dalam UU no 21 tahun 2013 diamanatkan untuk membuat rencana induk keantariksaan selama 25 tahun dan hal itu tengah disusun. Salah satu impiannya yaitu, memiliki satelit komunikasi dan penginderaan jauh sendiri di luar satelit yang ada saat ini.

“Dengan memiliki satelit sendiri, kita bisa menjadi negara yang mandiri dan punya daya saing, banyak aspek kalau tetap bergantung dengan bangsa luar, seolah-olah kita ditelanjangi.” jelas Thomas. Thomas menekankan, pada dasarnya Indonesia sudah bisa membuat satelit sendiri yaitu satelit mikro, contohnya satelit Lapan A1 yang telah beroperasi selama 7 tahun. Satelit itu dibuat oleh tangan-tangan putra Indonesia namun dirakit dan di bawah pengawasan ahli di Jerman.

“Satelit Lapan A1 itu buatan Indonesia, termasuk semua alat-alatnya tapi dirakit di Jerman. Orang-orang kita diarahkan membuat satelit, dilatih dan diarahkan membuat satelit dengan buaya Indonesia, pelatihnya juga dibayar,” tutur Thomas. Satelit Lapan A1 itu diluncurkan dari Pusat Stasiun Luar Angkasa Sriharikota, India tahun 2007 dan kini telah mengorbit di ketinggian 630 km dari permukaan Bumi. Posisi orbitnya di dekat kutub selatan.

Share this

Related Posts

First